Adalahdipercayai bahawa doa adalah hubungan setiap orang dengan Tuhan, oleh itu umat Islam cuba membacanya lebih sering. Semua orang mahu sedekat mungkin kepada Yang Maha Kuasa, kepada Allah. Makna perkataan: "Allah Maha Kuasa! Buat saya layak untuk menyelesaikan tugas yang sukar, menjadikan saya jalan yang baik untuk saya. Doadi hari Arafah adalah doa yang paling utama atau afdhalu du'a menurut sabda Rasulullah SAW. Dream - Doa di hari Arafah adalah yang paling utama atau afdhalu du'a menurut sabda Rasulullah SAW. Bagi umat Islam baik yang sedang melaksanakan wukuf di arafah sebagai bagian dari ibadah haji dianjurkan memperbanyak doa di hari Arafah. Hal yang sama bisa juga dipanjatkan oleh mereka yan Perkataanbeliau di atas merupakan wejangan sekaligus kritikan. Yang dilarang pada pembahasan di atas adalah doa-doa dan dzikir yang dibuat-buat lalu dijadikan wirid serta dibaca secara rutin dalam acara-acara atau diajarkan oleh para kyai dan ustadz. khan g boleh, apa kita boleh berdoa dg setiap doa kita dg doa yg sm, sep sll DoaQunut Nazilah Bacaan dan Artinya Menurut MUI. Bahkan untuk qunut nazilah pun Muhammadiyah menyandarkannya pada riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah sendiri tidak lagi mempraktikkannya. Pengertian qunut secara definitif adalah tunduk pada Allah dengan penuh kebaktian dan juga bisa berarti tulul qiyam طول. DoaBangun Tidur dan Artinya menurut Ibnu Batthol- bahwa dzikir yang diucapkan ketika pagi hari ini menjadi pembuka amalan setiap hari ! Yuk amalkan. Jumat, 5 Agustus 2022; Cari. Network. Dengan dmeikian, pembuka catatan amalan kita sehari-hari adalah dimuali dengan dzikir. XHwQO. Menjaga Lisan Agar Selalu Berbicara Baik Allah berfirman يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًايُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenengan yang besar” [Al-Ahzab 70-71] Dalam ayat lain disebutkan. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka itu adalah dosa. Janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah kamu sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? Tentu kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” [Al-Hujurat 12] Allah juga berfirman. وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, yaitu ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk disebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadirs” [Qaf 16-18] Begitu juga firman Allah Ta’ala. وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesunguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata” [Al-Ahzab 58] Dala kitab Shahih Muslim hadits no. 2589 disebutkan. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَأكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ اَفَرَاَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنَّ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُولُ فَقَدِاغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ فَقَدْ بَهَتَهُ “Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah bertanya kepada para sahabat, “Tahukah kalian apa itu ghibah ?” Para sahabat menjawab, “Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui. “Beliau berkata, “Ghibah ialah engkau menceritakan hal-hal tentang saudaramu yang tidak dia suka” Ada yang menyahut, “Bagaimana apabila yang saya bicarakan itu benar-benar ada padanya?” Beliau menjawab, “Bila demikian itu berarti kamu telah melakukan ghibah terhadapnya, sedangkan bila apa yang kamu katakan itu tidak ada padanya, berarti kamu telah berdusta atas dirinya” Allah Azza wa Jalla berfirman. وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban” [Al-Israa 36] Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda. إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُم ثَلاَثًا وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلاَثًا فَيَرضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ سَيْئًا وَأَنْ تَعتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّ قُواوَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيْلَ وَقَالَ وَكَشْرَةَ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةِ الْمَالِ “Sesungguhnya Allah meridhai kalian pada tiga perkara dan membenci kalian pada tiga pula. Allah meridhai kalian bila kalian hanya menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukannya serta berpegang teguh pada tali agama Allah seluruhnya dan janganlah kalian berpecah belah. Dan Allah membenci kalian bila kalian suka qila wa qala berkata tanpa berdasar, banyak bertanya yang tidak berfaedah serta menyia-nyiakan harta” [1] Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda. كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَا، مُدْرِكُ ذَلِكَ لاَمَحَااَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِيْنَا هُمَا النَّظَرُ، وَاْلأُذُنَانِ زِيْنَا هُمَا الاسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِيْنَاهُ الْكَلاَمُ، وَالْيَدُ زِيْنِاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِيْنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوِى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّ بُهُ “Setiap anak Adam telah mendapatkan bagian zina yang tidak akan bisa dielakkannya. Zina pada mata adalah melihat. Zina pada telinga adalah mendengar. Zina lidah adalah berucap kata. Zina tangan adalah meraba. Zina kaki adalah melangkah. Dalam hal ini, hati yang mempunyai keinginan angan-angan, dan kemaluanlah yang membuktikan semua itu atau mengurungkannya” [2] Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda. الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ “Seorang muslim adalah seseorang yang orang muslim lainnya selamat dari ganguan lisan dan tangannya” Hadits di atas juga diriwayatkan oleh Muslim dengan lafaz. إِنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيِّ الْمُسْلِمِيْنَ خَيْرً قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ “Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Siapakah orang muslim yang paling baik ?’Beliau menjawab, “Seseorang yang orang-orang muslim yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya”. Hadits diatas juga diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir hadits no. 65 dengan lafaz seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abdullah bin Umar. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan hadits tersebut. Beliau berkata, “Hadits ini bersifat umum bila dinisbatkan kepada lisan. Hal itu karena lisan memungkinkan berbicara tentang apa yang telah lalu, yang sedang terjadi sekarang dan juga yang akan terjadi saat mendatang. Berbeda dengan tangan. Pengaruh tangan tidak seluas pengaruh lisan. Walaupun begitu, tangan bisa juga mempunyai pengaruh yang luas sebagaimana lisan, yaitu melalui tulisan. Dan pengaruh tulisan juga tidak kalah hebatnya dengan pengaruh tulisan”. Oleh karena itu, dalam sebuah sya’ir disebutkan Aku menulis dan aku yakin pada saat aku menulisnya Tanganku kan lenyap, namun tulisan tangannku kan abadi Bila tanganku menulis kebaikan, kan diganjar setimpal Jika tanganku menulis kejelekan, tinggal menunggu balasan. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits no. 6474 dari Sahl bin Sa’id bahwa Rasulullah bersabda. مَنْ يَضْمَنَّ لِي مَابَيْنَ لِحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ “Barangsiapa bisa memberikan jaminan kepadaku untuk menjaga apa yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, maka kuberikan kepadanya jaminan masuk surga” Yang dimaksud dengan apa yang ada di antara dua janggutnya adalah mulut, sedangkan apa yang ada di antara kedua kakinya adalah kemaluan. Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya no. 6475 dan Muslim dalam kitab Shahihnya no. 74 meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda. وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam” Imam Nawawi berkomentar tentang hadits ini ketika menjelaskan hadits-hadits Arba’in. Beliau menjelaskan, “Imam Syafi’i menjelaskan bahwa maksud hadits ini adalah apabila seseorang hendak berkata hendaklah ia berpikir terlebih dahulu. Jika diperkirakan perkataannya tidak akan membawa mudharat, maka silahkan dia berbicara. Akan tetapi, jika diperkirakan perkataannya itu akan membawa mudharat atau ragu apakah membawa mudharat atau tidak, maka hendaknya dia tidak usah berbicara”. Sebagian ulama berkata, “Seandainya kalian yang membelikan kertas untuk para malaikat yang mencatat amal kalian, niscaya kalian akan lebih banyak diam daripada berbicara”. Imam Abu Hatim Ibnu Hibban Al-Busti berkata dalam kitabnya Raudhah Al-Uqala wa Nazhah Al-Fudhala hal. 45, “Orang yang berakal selayaknya lebih banyak diam daripada bicara. Hal itu karena betapa banyak orang yang menyesal karena bicara, dan sedikit yang menyesal karena diam. Orang yang paling celaka dan paling besar mendapat bagian musibah adalah orang yang lisannya senantiasa berbicara, sedangkan pikirannya tidak mau jalan”. Beliau berkata pula di hal. 47, “Orang yang berakal seharusnya lebih banyak mempergunakan kedua telinganya daripada mulutnya. Dia perlu menyadari bahwa dia diberi telinga dua buah, sedangkan diberi mulut hanya satu adalah supaya dia lebih banyak mendengar daripada berbicara. Seringkali orang menyesal di kemudian hari karena perkataan yang diucapkannya, sementara diamnya tidak akan pernah membawa penyesalan. Dan menarik diri dari perkataan yang belum diucapkan adalah lebih mudah dari pada menarik perkataan yang telah terlanjur diucapkan. Hal itu karena biasanya apabila seseorang tengah berbicara maka perkataan-perkataannya akan menguasai dirinya. Sebaliknya, bila tidak sedang berbicara maka dia akan mampu mengontrol perkataan-perkataannya. Beliau menambahkan di hal. 49, “Lisan seorang yang berakal berada di bawah kendali hatinya. Ketika dia hendak berbicara, maka dia akan bertanya terlebih dahulu kepada hatinya. Apabila perkataan tersebut bermanfaat bagi dirinya, maka dia akan bebicara, tetapi apabila tidak bermanfaat, maka dia akan diam. Adapun orang yang bodoh, hatinya berada di bawah kendali lisannya. Dia akan berbicara apa saja yang ingin diucapkan oleh lisannya. Seseorang yang tidak bisa menjaga lidahnya berarti tidak paham terhadap agamanya”. Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 6477 dan Muslim dalam kitab Shahihnya no. 2988 [3] dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda. إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيْهَا يَهْوِى بِهَا فِي النَّارِأَبْعَدَمَا بَيْنَ الْمَسْرِقِ وَالْمَغْرِبِ “Sesungguhnya seorang hamba yang mengucapkan suatu perkataan yang tidak dipikirkan apa dampak-dampaknya akan membuatnya terjerumus ke dalam neraka yang dalamnya lebih jauh dari jarak timur dengan barat” Masalah ini disebutkan pula di akhir hadits yang berisi wasiat Nabi kepada Muadz yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 2616 yang sekaligus dia komentari sebagai hadits yang hasan shahih. Dalam hadits tersebut Rasulullah bersabda. وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَ مَنَا خِرِهِِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ “Bukankah tidak ada yang menjerumuskan orang ke dalam neraka selain buah lisannya ?” Perkataan Nabi di atas adalah sebagai jawaban atas pertanyaan Mu’adz. يَا نَبِّيَّ اللَّهِ وَإِنَّا لَمُؤَا خَذُونَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ “Wahai Nabi Allah, apakah kita kelak akan dihisab atas apa yang kita katakan ?” Al-Hafidz Ibnu Rajab mengomentari hadits ini dalam kitab Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam II/147, “Yang dimaksud dengan buah lisannya adalah balasan dan siksaan dari perkataan-perkataannya yang haram. Sesungguhnya setiap orang yang hidup di dunia sedang menanam kebaikan atau keburukan dengan perkataan dan amal perbuatannya. Kemudian pada hari kiamat kelak dia akan menuai apa yang dia tanam. Barangsiapa yang menanam sesuatu yang baik dari ucapannya maupun perbuatan, maka dia akan menunai kemuliaan. Sebaliknya, barangsiapa yang menanam Sesuatu yang jelek dari ucapan maupun perbuatan maka kelak akan menuai penyesalan”. Beliau juga berkata dalam kitab yang sama “Hal ini menunjukkan bahwa menjaga lisan dan senantiasa mengontrolnya merupakan pangkal segala kebaikan. Dan barangsiapa yang mampu menguasai lisannya maka sesungguhnya dia telah mampu menguasai, mengontrol dan mengatur semua urusannya”. Kemudian pada hal. 149 beliau menukil perkataan Yunus bin Ubaid, “ Seseorang yang menganggap bahwa lisannya bisa membawa bencana sering saya dapati baik amalan-amalannya”. Diriwayatkan bahwa Yahya bin Abi Katsir pernah berkata, “Seseorang yang baik perkataannya dapat aku lihat dari amal-amal perbuatannya, dan orang yang jelek perkataannya pun dapat aku lihat dari amal-amal perbuatannya”. Muslim meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 2581 dari Abu Hurairah Rasulullah bersabda. أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوْاالْمُفْلِسُ فِيْنَا يَا رَسُو لَ اللَّهِ مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ قَالَ رَسُو لَ اللَّهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُفْلِسُ مِنْ أُمَّيِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَتِهِ وًِصِيَامِهِ وِزَكَاتِهِ وَيَأتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَاَكَلاَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَيَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُحِذَ مِنْ خَطَايَاهُم فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرحَ فِي النَّارِ “Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut ? Para sahabat pun menjawab, Orang yang bangkrut adalah orang yang tidak memiliki uang dirham maupun harta benda. Beliau menimpali, Sesungguhnya orang yang bangkrut di kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa dan zakat, akan tetapi, ia juga datang membawa dosa berupa perbuatan mencela, menuduh, memakan harta, menumpahkan darah dan memukul orang lain. Kelak kebaikan-kebaikannya akan diberikan kepada orang yang terzalimi. Apabila amalan kebaikannya sudah habis diberikan sementara belum selesai pembalasan tindak kezalimannya, maka diambillah dosa-dosa yang terzalimi itu, lalu diberikan kepadanya. Kemudian dia pun dicampakkan ke dalam neraka”. Muslim meriwayatkan sebuah hadits yang panjang dalam kitab Shahihnya no. 2564 dari Abu Hurairah, yang akhirnya berbunyi. بِحَسْبِ امْرِيْ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسلِمَ كُلٌ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ “Cukuplah seseorang dikatakan buruk jika sampai menghina saudaranya sesama muslim. Seorang muslim wajib manjaga darah, harta dan kehormatan orang muslim lainnya” Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya hadits no. 1739 ; begitu juga Muslim [4] dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah pernah berkhutbah pada hara nahar Idul Adha. Dalam khutbah tersebut beliau bertanya kepada manusia yang hadir waktu itu, “Hari apakah ini?” Mereka menjawab, “Hari yang haram”. Beliau bertanya lagi, “Negeri apakah ini?” Mereka menjawab, “Negeri Haram”. Beliau bertanya lagi, “Bulan apakah ini ?” Mereka menjawab, “Bulan yang haram”. Selanjutnya beliau bersabda. فَإِنَّ دِمَا ئَكُمْ وَ أَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُم حَرَامٌ، كَحُرمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِ كُمْ هَذَا في شَهْرِ كُمْ هَذَا، فَأَعَادَهَا مِرَارًا، ثُمّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ اللَّهُمَ هَلْ بَلَّغْتُ؟ اللَّهُمَ هَلْ بَلَّغْتُ؟ “Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian haram bagi masing-masing kalian merampasnya sebagaimana haramnya ; hari, bulan dan negeri ini. Beliau mengulangi ucapan tersebut beberapa kali, lalu berkata, “Ya Allah bukankah aku telah menyampaikan perintah-Mu? Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan perintah-Mu ?” Ibnu Abbas mengomentari perkataan Nabi di atas, “Demi Allah yang jiwaku berada di tanganNya, sesungguhnya ini adalah wasiat beliau untuk umatnya. Beliau berpesan kepada kita, Oleh karena itu, hendaklah yang hadir memberitahukan kepada yang tidak hadir. Janganlah kalian kembali kepada kekafiran sepeninggalku nanti, yaitu kalian saling memenggal leher”. Muslim meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 2674 dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda. مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِشْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لآَيَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا “Barangsiapa yang menyeru kepada kebaikan maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang menyeru kepada kesesatan maka baginya dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun” Al-Hafidz Al-Mundziri dalam kitab At-Targhib wa At-Tarhib I/65 mengomentari hadits. إِذَا مَاتَ الْإنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ إِحْدَى ثَلاَثٍ ... “Apabila seorang manusia wafat, maka terputuslah jalan amal kecuali dari tiga perkara …dst” Beliau berkata, “Orang yang mebukukan ilmu-ilmu yang bermanfaat akan mendapatkan pahala dari perbuatannya sendiri dan pahala dari orang yang membaca, menulis dan mengamalkannya, berdaasrkan hadits ini dan hadits yang semisalnya. Begitu pula, orang-orang yang menulis hal-hal yang membuahkan dosa, maka dia akan mendapatkan dosa dari perbuatannya sendiri dan dosa dari orang-orang yang membaca, menulis atau mengamalkannya, berdasarkan hadits. مَنْ سَنَّ سُنَةً حَسَنَةً أَوْ سَيِّئَةً “Barangsiapa yang merintis perbuatan yang baik atau buruk, maka ….” Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 6505 dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda. إِنَّاللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ “Sesungguhnya Allah berfirman, “Barangsiapa yang memusuhi kekasih-Ku, maka kuizinkan ia untuk diperangi” Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Berfikir sebelum berucap, itulah yang biasa dilakukan oleh orang yang bijaksana. Yang sejatinya akan berkata "hati-hati dengan kata-kata, karena perkataan adalah doa". Hal ini tampaknya hampir disadari oleh semua orang, meski kenyataannya banyak yang hanya sekedar tahu dan tidak menerapkannya. Kendati demikian, masih saja banyak yang "termakan" oleh kata-kata karena apa yang mereka katakan menjadi kenyataan. Biasanya orang mengatakan perkataan kotor di saat mereka sedang marah atau emosi. Sering kita lihat seorang ibu, melihat kenakalan anak-anaknya, lantas tanpa disadarinya, keluarlah kata-kata yang seharusnya tak pernah keluar dari mulut seorang ibu terhadap anaknya. Atau seseorang yang mendoakan hal yang buruk pada seseorang yang ia benci. Malah karena begitu putus asa, ada orang yang suka mengeluh hingga mengatakan hal yang buruk untuk diri sendiri. Pernahkah Anda mendengar pernyataan ini? "Rongga mulut manusia kecil tapi lebih luas dari kebun ragunan, masa sihh hehehe. Dari setiap perkataan kotor yang kita keluarkan maka akan mengandung resiko yang sangat besar. Bila kita memaki orang dengan perkataan kotor maka kita akan menerima makian dan pukulan bila orang yang kita maki itu tidak terima. Baca juga 5 Makna Mendalam tentang Ucapan "Terima Kasih" Perkataan yang sia-sia. Barangsiapa mengetahui waktunya yang merupakan modal utamanya, maka dia akan menggunakannya hanya untuk perbuatan yang bermanfaat. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya, "Diantara kebaikan Islam sesorang adalah meninggalkan apa yang tidak diperlukannya."HR. At-Tirmidzi. Salah satu perbuatan yang sering kita lakukan adalah berbohong, berapa banyak kebohongan yang telah kita lakukan. Sedikit sedikit dapat menjadi bukit, walaupun berbohong merupakan dosa kecil, tetapi apabila dilakukan terus menerus dapat menjadi dosa besar. Hal lain yang sering dilakukan manusia adalah menghibah orang lain, ini adalah perbuatan yang sering terjadi dimasyarakat akibat tidak menjaga lidahnya. Oleh karena itu lidah hendaklah diawasi supaya hidup tenteram, aman dan damai. Sikap tidak menjaga lidah bukan saja menimbulkan kemarahan orang yang mendengarnya, malah menimbulkan implikasi buruk kepada hubungan sesama manusia dan mengakibatkan seseorang itu menjadi muflis di akhirat. Sehingga kita harus benar benar menjaga lisan kita agar kita tidak menjadi orang yang merugi diakhirat juga Cinderamata dan Ucapan Terima Kasih untuk Kepala PPSDM Geominerba Periode 2018-2021 Kuat beribadah dan memiliki pahala yang banyak tidak menjamin terpeliharanya seseorang itu daripada azab Allah SWT jika pada masa yang sama masih tetap melakukan penganiayaan, penindasan dan kezaliman kepada insan lain. Rasulullah SAW bersabda "Yang dikatakan muslim itu adalah manusia yang selamat dari bahaya lidah dan tangannya." Imam Ali berkata"Hati yang jahat terletak pada mulutnya, dan mulut yang baik, terletak pada hatinya". 1 2 Lihat Humaniora Selengkapnya

setiap perkataan adalah doa